Berkat mengikuti program SM-3T akhirnya saya sampai juga di Flores yang penuh dengan cerita dan banyak menyimpan keindahan alamnya.
Tujuan utama saya datang kesana bukan untuk berwisata, tapi menjalankan tugas negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tanpa mengesampingkan tujuan awal kedatangan saya disana sesekali saat libur sekolah sayapun tidak ingin menyiakan kesempatan untuk memanjakan mata melihat keindahan alam dan sesikit berwisata disana.
Tujuan utama saya datang kesana bukan untuk berwisata, tapi menjalankan tugas negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tanpa mengesampingkan tujuan awal kedatangan saya disana sesekali saat libur sekolah sayapun tidak ingin menyiakan kesempatan untuk memanjakan mata melihat keindahan alam dan sesikit berwisata disana.
Taman Laut 17 Pulau, Riung - NTT - Flores |
Taman Laut 17 Pulau adalah tempat wisata yang pertama kali saya kunjungi, terletak di Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Taman laut ini merupakan gugusan pulau-pulau kecil dan besar yang memanjang dari Toro Padang di sebelah barat hingga Pulau Pangsar di sebelah timur. Jarak dari Bajawa sebagai pusat kota Kabupaten Ngada ke taman laut sekitar 100 km, jika ditempuh menggunakan kendaraan pribadi kurang 5 sampai 6 jam perjalanan. Selain memakan waktu lama, medannya juga ekstrim karena untuk bisa mencapai lokasi itu harus melewati jalan bukit berliku dan aspal sempit yang naik turun di tepian jurang. Keindahannya terletak di bawah laut yaitu terdapat mawar laut yang melambai-lambai, kumpulan telur kelinci laut raksasa yang terikat oleh lendir dan membentuk rumbaian berwarna merah menyala, bintang laut, ikan, dan masih banyak lagi biota-biota laut lainnya yang dapat dilihat langsung dengan bersnorkling. Namun selain itu juga ada beragam hewan khas disana, yaitu komodo, biawak timor, ayam hutan, musang, kera, landak, rusa timor, kuskus, buaya, elang, bluwok, bangau putih, burung nuri, burung tekukur, burung wontong atau burung gosong, dan kelelawar bangau hitam, dan burung perkici dada kuning. Disana ada namanya pulau kelelawar, yang dimana di satu pulau itu dipenuhi gerombolan kelelawar berukuran besar yang menggelayut di ranting-ranting pohon menyerupai daun.
Kampung Bena, Aimere - NTT |
Tempat kedua yang saya kunjungi Kampung Bena. Kampung Bena ini merupakan salah satu perkampungan megalitikum yang terletak di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Tepatnya di Desa Tiwuriwu, Kecamatan Aimere, sekitar 19 km selatan Bajawa. Kampung yang terletak di puncak bukit dengan pemandangan gunung Inerie. Keberadaannya di bawah gunung merupakan ciri khas masyarakat lama pemuja gunung sebagai tempat para dewa. Menurut penduduk kampung ini, mereka meyakini keberadaan Yeta, dewa yang bersinggasana di gunung ini dipercaya melindungi kampung mereka. Kampung ini saat ini terdiri kurang lebih 40 buah rumah yang saling mengelilingi. Badan kampung tumbuh memanjang, dari utara ke selatan. Pintu masuk kampung hanya dari utara. Sementara ujung lainnya di bagian selatan sudah merupakan puncak sekaligus tepi tebing terjal. Kampung ini sudah masuk dalam daerah tujuan wisata Kabupaten Ngada. Ternyata kampung ini menjadi langganan tetap wisatawan dari Jerman dan Italia. Ditengah-tengah kampung atau lapangan terdapat beberapa bangunan yang mereka menyebutnya bhaga dan ngadhu. Bangunan bhaga bentuknya mirip pondok kecil (tanpa penghuni). Sementara ngadhu berupa bangunan bertiang tunggal dan beratap serat ijuk hingga bentuknya mirip pondok peneduh. Tiang ngadhu biasa dari jenis kayu khusus dan keras karena sekaligus berfungsi sebagai tiang gantungan hewan kurban ketika pesta adat. Penduduk Bena termasuk ke dalam suku Bajawa. Mayoritas penduduk Bena adalah penganut agama katolik. Umumnya penduduk Bena, pria dan wanita, bermata pencaharian sebagai peladang. Untuk kaum wanita masih ditambah dengan bertenun. Pada awalnya hanya ada satu klan di kampung ini yaitu Bena. Perkawinan dengan suku lain melahirkan klan-klan baru yang sekarang ini membentuk keseluruhan penduduk kampung Bena. Hal ini bisa terjadi karena penduduk Bena menganut sistem kekerabatan matriarkat.
Tempat selanjutnya yang saya kunjungi adalah Pulau Komodo. Saya bersama sebagian teman dari SM-3T Ngada angkatan III yang didampingi oleh mas Nur dan om Viky. Menurut artikel yang tertulis di Wikipedia, Pulau Komodo adalah sebuah pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara yang dikenal sebagai tempat habitat asli hewan komodo. Pulau ini merupakan kawasan taman nasional komodo yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang berada di sebelah timur Pulau Sumbawa dan dipisahkan oleh Selat Sape. Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Pulau Komodo merupakan ujung paling barat Provinsi Nusa Tenggara Timur, berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Di Pulau Komodo, hewan komodo hidup dan berkembang biak dengan baik. Jumlah komodo yang ada di Pulau Komodo sekitar 1300 ekor. Ditambah dengan pulau lain, seperti Pulau Rinca dan dan Gili Motang, jumlah mereka keseluruhan mencapai sekitar 2500 ekor. Ada pula sekitar 100 ekor komodo di Cagar Alam Wae Wuul di daratan Pulau Flores tapi tidak termasuk wilayah Taman Nasional Komodo. Selain komodo, pulau ini juga menyimpan eksotisme flora yang beragam kayu sepang yang oleh warga sekitar digunakan sebagi obat dan bahan pewarna pakaian, pohon nitak ini atau sterculia oblongata di yakini berguna sebagai obat dan bijinya gurih dan enak seperti kacang polong. Pulau Komodo juga diterima sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, karena dalam wilayah taman nasional komodo, bersama dengan Pulau Rinca, Pulau Padar dan Gili Motang.
P. Komodo, Manggarai Timur - NTT |
Rumah Pengasingan Bung Karno, Ende - NTT |
Sayangnya saat itu cuaca sedang tidak mendukung perjalanan kami, gerimis pun turun. Tapi karena saya yakin di depan sana kelihatannya sangat cerah, akhirnya kamipun tetap melanjutkan perjalanan. Perjalanan menuju ke kelimutu tidaklah mulus, di km 17 kami terhalang oleh bongkahan tanah dan bebatuan dari tebing yang baru saja di bom untuk pembuatan pelebaran jalan yang mengakibatkan puluhan kendaraan mengantri panjang. Terpaksa kamipun ikut mengantri dan menunggu sampai alat berat berhasil menyingkirkan batu dan tumpukan tanah itu. Sekitar 2 jam lebih kami menunggu dan akhirnya jalan sudah bisa dilewati. Tanpa menunggu lama kami pun langsung tancap gas. Saat itu cuaca kembali mendung dan kekhawatiran kami pun terjawab sudah, gerimis dan kabut tebal turun menghalangi pandangan kami. Kami tetap melanjutkan perjalanan walaupun dengan kecepatan lamban. Tidak terasa jarum jam tangan saya sudah menunjukkan pukul 17.30 WITA. Untungnya di dekat lokasi kelimutu ada teman guru dari salah satu teman saya. Kami pun memutuskan untuk singgah dan menginap disana. Kebetulan teman saya sebelumnya sudah mengkonfirmasikan hal itu, dan pukul 20.00 WITA kami pun sampai di rumah beliau.
Peserta SM-3T dari Manado |
Kelimutu, Ende - NTT |
Sepulangnya dari Ende, kami singgah dulu di rumah dinas barunya keluarga Bpk. Yanto sebagai Orangtua asuh (SM-3T) di Mbay. Esok harinya sebelum kembali ke Bajawa, kami pesiar dulu ke pantai maropokot.
Sejenak kami menikmati suara debur dan percikan obak, akhirnya kamipun bergegas otw ke Bajawa. Setibanya di Bajawa kami istirahat sejenak untuk makan dan menaroh barang-barang di basecamp yang ada di kota. Beberapa jam kemudian, ada yang mengajak untuk pergi ke pemandian air panas di SOA yang jaraknya kurang lebih 12 km dari Bajawa. Akhirnya kamipun pergi ke pemandian air panas untuk sekedar merefleksikan badan biar segar katanya.
Esok harinya kami lanjut ke tempat wisata berikutnya yang masih ada di sekitar Bajawa yaitu ke air terjun Ogi dan ke patung tertinggi yang ada di Wolowio.
Indonesia itu luas loooh.... Indonesia itu indah.
luar biasa,,keren...
ReplyDeleteIndahnya Indonesia bukan........itulah salah satu keuntungan dari SM-3T ;)
ReplyDelete